Penerapan
Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah
OLEH
FARENTY SIREGAR
(7103141047)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang dalam saya
sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahanNya saya dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Filsafat Pendidikan ini dengan lancar
dan tepat waktu. Adapun tugas makalah ini berisikan tentang “Penerapan Filsafat
Pendidikan Pancasila dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah”.
“Tak ada gading yang tak
retak”. Saya menyadari sepenuhnya akan kemampuan yang masih terbatas, sehingga
masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini dan hasilnya belum
dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu, masukan, kritik dan saran yang
sifatnya membangun saya nantikan dalam rangka kesempurnaan makalah ini. Dan
dengan ini kami berharap makalah ini dapat memberikan dampak baik bagi para
pembaca semua.
MEDAN, DESEMBER 2012
FARENTY
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………..2
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN………..……………………………………………………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN
1. FILSAFAT
PANCASILA: LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN INDONESIA…………………….6
2. Metode
Belajar dan Mengajar…………………………………………………………………………………..8
3. Mentalitas
Pendidik……………………………………………………………………………………………………9
4. Penerapan Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan……………………………………………………..…10
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………………….14
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat dimulai
dengan rasa ingin tahu dan dengan rasa ragu-ragu. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Karakteristik
berfikir filsafat adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas hanya
mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri, tapi ingin melihat hakikat
ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.
Dalam kehidupan manusia
filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang kebelakang zaman dan
juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan umat manusia dalam
bentuk-bentuk ideology. Pembangunan dan pendidikan yang dilakukan oleh suatu
bangsa pun bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh karena itu filsafat
telah menguasai kehidupan umat manusia, manjadi norma negara, menjadi filsafat
hidup suatu bangsa.
Filsafat adalah suatu
lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif).
Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia.
Filsafat mencoba mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua
persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional dan
mendalam. Kesimpulan-kesimpulan filsafat manusia yang selalu cenderung memiliki
watak subjektivitas. Faktor inilah yang melahirkan aliran-aliran filsafat,
perbedaan-perbedaan dalam filsafat.
Berdasarkan uraian
diatas dapatlah diuraikan pengertian filsafat tersebut. Filsafat berasal dari bahasa
Yunani “ philosophos”. “Philos” atau “philein” berarti “mencintai”, sedangkan
“sophos” berarti “ kebijaksanaan “. Maka filsafat merupakan upaya manusia untuk
memenuhi hasratnya demi kecintaannya akan kebijaksanaan. Namun demikian,, kata
“kebijaksanaan” ternyata mempunyai arti yang bermacam-macam yang mungkin
berbeda satu dengan yang lainnya, satu pendapat mengartikan kebijaksanaan dalam
konteks luas, yaitu melibatkan kemampuan untuk memperoleh pengertian tentang
pengalaman hidup sebagai suatu keseluruhan, penekanannya pada kemampuan untuk
mewujudkan pengetahuan itu dalam praktik kehidupan yang nyata. Ada yang
mengartikan filsafat dalam arti sempit yakni sebagai “pengetahuan” atau
“pengertian” saja.
Defenisi Filsafat menurut beberapa
ilmuwan :
- Plato : Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang
ada.
- Aristoteles : Filsafat menyelidiki tentang sebab dan
asas segala benda.
- Al Kindi : Filsafat merupakan kegiatan manusia yang
bertingkat tinggi, merupakan pengetahuan dasar mengenai hakikat segala
yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
- Al Faraby : Filsafat merupakan ilmu [pengetahuan
tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
- Ibnu Sina/ Avicenna : Filsafat dan metafisika
sebagai suatu badan ilmu tidak terbagi. Fisika mengamati yang ada sejauh
tidak bergerak. Metafisika memandang yang ada sejauh itu ada.
- Immanuel Kant : Filsafat itu pokok dan pangkal segala
pengetahuan.
Dapat disimpulkan filsafat adalah ilmu
pengetahuan hasil pemikiran manusia dari seperangkat masalagh mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia sehingga diperoleh budi pekerti. Adapun tujuan
berfilsafat adalah untuk mencari kebenaran sesuatu baik dalam logika (kebenaran
berfikir), etika (berperilaku),mauun metafisika (hakikat keaslian).
Manfaat mempelajari Filsafat :
- Mendidik dan membangun diri.
- Memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat
dan memecahkan problem sehari-hari
- Memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan
akusentrisme.
- Latihan untuk berfikir sendiri
- Memberikan dasar-dasar baik untuk kehidupan pribadi
maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
FILSAFAT PANCASILA: LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN INDONESIA
PENGERTIAN
FILSAFAT PENDIDIKAN
Eksistensi suatu
bangsa adalah eksis dengan ideology atau filsafat hidupnya, maka demi
kelangsungan eksistensi itu dilakukan pewarisan nilai ideology itu kepada
generasi selanjutnya. Jalan yang efektif untuk itu hanya melalui
pendidikan, kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia
ideal dalam system nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat yang
dianut. Untuk menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif,
maka dibutuhkan landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas
normativ dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Menurut Hasan Langgulung,
filsafat pendidikan merupakan teori atau ideology pendidikan yang muncul dari
sikap filsafat seorang pendidik dari pengalaman-pengalaman dan pendidikan.
Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau
filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemerahan mengenai masalah
pendidikan.
Pendidikan adalah
pelaksanaan dari ide filsafat. Ide filsafat yang memberi kepastian bagi nilai
peranan pendidikan. Seorang filsuf Amerika, Jhon Deway mengatakan bahwa
filsafat itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pikiran
mengenai pendidikan.
PENGERTIAN
FILSAFAT PANCASILA
Pancasila yang
dibahas secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-butirnya termuat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis dalam alinia ke empat.
Dijelaskan bahwa Negara Indonesia didasarkan atas Pancasila. Pernyataan
tersebut menegaskan hubungan yang erat antara eksistensi negara Indonesia
dengan Pancasila. Lahir, tumbuh dan berkembangnya negara Indonesia ditumpukan pada
Pancasila sebagai dasarnya. Secara filosofis ini dapat diinterpretasikan
sebagai pernyataan mengenai kedudukan Pancasila sebagai jati diri bangsa.
Melihat dari
beragamnya kebudayaan yang terdapat dalam bangsa Indonesia maka proses
kesinambungan dari kehidupan bangsa merupakan tantangan yang besar. Demi
perkembangan kebudayaan Indonesia selanjutnya dituntut adanya rumusan yang
jelas yang mampu berperan sebagai pemersatu bangsa sehingga cirri khas
bangsa Indonesia menjadi nyata.
Jadi, Pancasila
mengarahkan seluruh kehidupan bersama bangsa, pergaulannya dengan bangsa-bangsa
lain dan seluruh perkembangan bangsa Indonesia dari waktu kewaktu. Namun dengan
diangkatnya Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia tidak berati bahwa
Pancasila dengan nilai-nilai yang termuat didalamnya sudah terumus dengan
teliti dan jelas, juga tidak berarti pancasila telah merupakan kenyataan didalm
kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila adalah pernyataan tentang jati
diri bangsa Indonesia.
FILSAFAT
DALAM PENDIDIKAN DAN MANFAATNYA
Secara sederhana
filsafat pendidikan ialah nilai dan keyakinan-keyakinan filosofis yang
menjiwai, mendasari dan memberikan identitas (karakteristik) suatu system
pendidikan. Artinya filsafat pendidikan adalah jiwa, roh dan kepribadian system
pendidikan nasional.
Sebagaimana
dinyatakan dimuka, eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dan ideology atau
filsafat hidupnya, maka demi kelansungan eksistensi itu ialah dengan mewariskan
nilai-nilai ideology itu kepada generasi selanjutnya. Adalah realita bahwa
jalan dan proses yang efektif untuk ini hanya melalui pendidikan. Setiap
masyarakat, setiap bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan secara prinsipiil
untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis nasional bangsa itu, baru sesudah
itu untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan-kecakapan lain.
Pendidikan sebagai
suatu usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban satu kewajiban yang
luas dan menentukan prestasi suatu bangsa, bahkan tingkat sosio-budayanya.
Sehingga pendidikan bukanlah usaha dan aktivitas spekulatif semata-mata.
Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan uilmiah
yang menjamin pencapaian tujuan yakni meningkatkan perkembangan sosio-budaya
bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan negara.
Sedangkan filsafat
pendidikan sesuai peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai
seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Adapun hubungan fungsional
antara filsafat dan teori pendidikan dapat diuraikan :
- Analisa filsafat merupakan salah satu cara pendekatan
yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika
pendidikan. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan
bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang
dikembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut.
- Filsafat berfungsi memberikan arah agar teori
pendidikan yang telah dikembangkan ahlinya dapat mempunyai relavansi
dengan kehidupan nyata.
- Filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan
atau pedagogic.
MUATAN
FILSAFAT DALAM PANCASILA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENDIDIKAN
Dalam Filsafat
Pancasila terdapat banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat
bangsa Indonesia. Filsafat yang terkandung didalam pancasila harus disoroti
dari titik tolak pandangan yang holistic mengenai kenyataan kehidupan
bangsa yang beranekaragam. Ini menekankan pada semangat Bhineka Tunggal Ika,
semangat ini diharapkan mendasari seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu adanya
kesatuan didalam keaneka ragaman yang ada.
Dari penjelasan itu dapat dinyatakan
bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah inti Filsafat Pancasila. Kerinduan bangsa
Indonesia akan terwujudnya kesatuan didalam pengalaman akan kepelbagaian
tersebut merupakan cerminan kerinduan umat manusia sepanjang zaman.
Menurut Drijarkara, 1980
Pancasila adalah inheren (melekat) kepada eksistensi manusia sebagai manusia,
lepas dari keadaan yang terntu pada kongretnya. Sebab itu dengan
memandang kodrat manusia “qua valis’ (sebagai manusia), kita juga akan sampai
ke Pancasila.
Hal ini digambarkan
melalui sila-sila dalam Pancasila. Notonagoro, 1984 dalam kaitannya menyebutkan
“ kalau dilihat dari segi intisarinya, urut-urutan lima sila Pancasila
menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang lima
sila dianggap maksud demikian, maka diantara lima sila ada hubungannya yang
mengikat yang satu kpada yang lain, sehingga Pancasila merupakan satukesatuan
yang bulat.
Adapun hubungannya
dengan pendidikan bahwa bagi bangsa Indonesia keyakinan atau pandangan hidup
bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Karenanya system
pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas
Pancasila itu. Sistem pendidikan nasional dan system filsafat pendidikan
Pancasila adalah sub system dari system negara Pancasila. Dengan kata lain
system negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai
subsistem kehidupan nasional bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Tegasnya tiada system
pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelas bahwa tidak
mungkin system pendidikan nasional Pancasila dijiwai dan didasari oleh system
pendidikan yang lain, kecuali Filsafat Pendidikan Pancasila.
2. Metode
Belajar dan Mengajar
Sebagai pelestari kebudayaan dan pembentuk karakter bangsa, sistem pendidikan
menjadi garis depan penanaman nilai-nilai Pancasila pada seluruh rakyat
Indonesia. Namun, metode pendidikan kuno, dengan teknik menghafal dan
memuntahkan ulang hafalan, jelas tidak lagi bisa digunakan untuk mendidik
bangsa sesuai dengan ideologi bangsa. Dengan kata lain, kita harus melakukan
dekonstruksi sekaligus rekonstruksi pada metode pendidikan Pancasila yang
tengah dilaksanakan sekarang ini.
Saya menyarankan diberlakukannya metode dialektik-kritis di dalam mengajar dan
belajar Pancasila di Indonesia. Metode ini berpijak pada pola berpikir klasik
tesis-antitesis-sintesis yang sudah dikembangkan oleh Sokrates, dan
disempurnakan oleh Hegel dan para filsuf kontemporer. Inti dari metode ini
adalah berusaha menabrakkan idealitas pikiran manusia dengan realitas hidup
sehari-hari, lalu mencoba untuk mencari kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik. Kelebihan dari metode ini adalah
kemampuannya untuk mampu menampung aspek negativitas dunia sekaligus
harapan-harapan akal budi kita tentang dunia yang lebih baik, mampu merumuskan
langkah-langkah praktis untuk menciptakan perubahan, serta kemampuannya untuk
terus berubah menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
Praktisnya begini, berikan pandangan normatif yang berpijak pada nilai-nilai
Pancasila, misalnya oleh Ketuhanan yang berperikemanusiaan. Lalu, berikan
beberapa kasus di koran ataupun televisi yang terkait langsung dengan konsep
Ketuhanan yang berperikemanusiaan tersebut yang telah terjadi di Indonesia.
Lalu, diskusikan apa yang telah terjadi, dan “mengapa” itu terjadi. Pada bagian
penutup, berikan kemungkinan-kemungkinan melakukan sintesis (kesimpulan
sementara), serta langkah-langkah praktis yang bisa diambil untuk mendorong
perubahan ke arah yang lebih baik. Terapkan model ini dalam setiap perjumpaan
di kelas.
3. Mentalitas
Pendidik
Metode sebagus apapun, materi sedalam apapun, tidak akan berguna, jika sang
guru tidak memiliki mentalitas pendidik. Saya setidaknya melihat ada lima
bentuk mentalitas yang perlu dipeluk oleh setiap guru, terutama guru-guru yang
terlibat langsung dalam pengajaran Pancasila. Mentalitas ini juga terkait erat
dengan upaya menajamkan penerapan sekaligus pendidikan Pancasila dengan
menggunakan perspektif filsafat.
Mentalitas pertama adalah guru yang menghargai setiap pendapat muridnya,
seganjil apapun pendapat itu. Sekolah adalah komunitas pembelajar. Guru dan
murid adalah dua pihak yang sedang belajar bersama untuk memperluas sekaligus
memperdalam pengetahuan. Kesalahan menjawab suatu pertanyaan seringkali
merupakan titik tolak untuk membuka lahan-lahan pemikiran baru, atau proses
untuk selangkah lebih maju, guna menemukan jawaban yang lebih tepat. Proses
semacam inilah yang harus sungguh dihargai oleh seorang pendidik.
Mentalitas kedua adalah mentalitas demokratis tanpa pernah terjatuh ke dalam
anarki, atau kekacauan kelas, dimana segala hal diperbolehkan, dan otoritas
lenyap. Ini sebenarnya langsung terkait dengan mentalitas ketiga, yakni
mentalitas otoritas tanpa menjadi guru yang otoriter. Seorang pendidik sejati
haruslah peka pada tegangan-tegangan tipis semacam ini, sehingga sekolah dan
kelas sungguh menjadi komunitas pembelajar yang tidak hanya menambah ilmu,
tetapi juga menyenangkan, dan membentuk karakter.
Mentalitas keempat adalah apa yang saya sebut sebagai mentalitas komunikatif.
Seorang pendidik sejati mengajar dengan menggunakan contoh-contoh yang praktis,
sekaligus juga dengan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Dengan ini,
bahan yang ia kuasai, misalnya soal Pancasila, bisa sungguh hidup, dan terasa
persentuhannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mentalitas komunikatif
inilah yang tampaknya mulai lenyap di dalam dunia pendidikan kita.
Mentalitas kelima adalah apa yang sebut sebagai keberanian untuk membuat
terobosan. Apapun teorinya, seorang guru harus mengajak murid-muridnya untuk
melampaui teori tersebut, dan berusaha membuat cara pandang baru. Pendidik
sejati mengajak peserta didiknya untuk belajar bersama untuk melampaui apa yang
sudah ada. Dalam arti ini, belajar adalah suatu petualangan intelektual untuk
melakukan terobosan-terobosan yang bermakna.
Pancasila bukanlah sekedar rumusan kering sisa-sisa masa lalu, melainkan roh
sekaligus fondasi utama bangsa Indonesia. Pancasila bukanlah pasal-pasal mati
yang mesti dihafal, melainkan sebuah realitas yang perlu untuk terus ditafsir
semakin luas dan semakin dalam dengan menggunakan kerangka berpikir filsafati,
sehingga mampu menjadi inspirator perilaku bangsa Indonesia setiap harinya.
Untuk itu, proses pendidikan Pancasila haruslah menjadi proses yang menantang
untuk berpikir, berguna untuk menjelaskan apa yang terjadi, serta mendorong
tindakan-tindakan perubahan ke arah yang lebih baik, sesuai dengan konteks yang
ada. Jadi, apa lagi yang kita tunggu?
4. Penerapan Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
2 UU RI No.2 Tahun 1989 bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Hal tersebut sejalan dengan Ketetapan MPR RI No.
II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh
rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia,
dan dasar negara Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut jelaslah
bahwa pancasila adalah Landasan Filosofi Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional merupakan suatu
sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas
landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan
kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Sedangkan Pendidikan Nasional Indonesia
adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan
pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa
Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna
memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Sehingga Filsafat pendidikan nasional
Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan
teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan
dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan
bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan
negara Indonesia.
Ketika berbicara pendidikan maka
kita akan berbicara mengenai definisi pendidikan. Pendidikan merupakan
aktifitas rasional yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan
juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya. Manusia belajar dengan
otaknya melalu rangkaian kegiatan menuju pendewasaan untuk mencapai kehidupan
yang lebih berarti.
Pendidikan merupakan pilar utama
terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu
diperlukan sejumlah landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan
tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan
penting dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis,
sosiologis, dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan
mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan.
Kita baru saja
menyaksikan pendidikan di Indonesia gagal dalam praktek berskala makro dan
mikro yaitu dalam upaya bersama mendalami, mengamalkan dan menghayati
Pancasila. Lihatlah bagaimana usaha nasional besar-besaran selama 20 tahun
(1978-1998) dalam P-7 (Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) berakhir kita nilai gagal menyatukan bangsa untuk
memecahkan masalah nasional suksesi kepresidenan secara damai tahun 1998,
setelah krisis multidimensional melanda dan memporakporandakan hukum dan
perekonomian negara mulai pertengahan tahun 1997, bahkan sejak 27 Juli 1996
sebelum kampanye Pemilu berdarah tahun 1997. itu adalah contoh pendidikan dalam
skala makro yang dalam teorinya tidak pas dengan Pancasila dalam praktek diluar
ruang penataran. Mungkin penatar dan petatar dalam teorinya ber-Pancasila
tetapi didalam praktek, sebagian besar telah cenderung menerapkan Pancasila
Plus atau Pancasila Minus atau kedua-duanya. Itu sebabnya harus kita putuskan
bahwa P-7 dan P-4 tidak dapat dipertanggungjawabkan, setidak-tidaknya secara
moral dan sosial. Mari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang
dikutip Langeveld (1955).“Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan
gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Ini berarti bahwa
sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu
bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila
pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka
hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi
karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing dan
bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai,
konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan
penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan
(praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan
nasional tanpa suatu teori yang baik.
Pendidikan sebagai
gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan
kultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil beralngsung
dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru
dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami
dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam
skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua
potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap.
Pancasila sebagai dasar dan landasan
berbagai kehidupan bangsa lahir pada era kemerdekaan. Nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila sebenarnya sudah sejak dulu telah mendasari
aspek-aspek kehidupan bangsa Indonesia. Hal tersebut tergambar dari kehidupan
bernegara pada masa Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.Pada era kebangkitan
bangsa nilai-nilai pancasila telah menggugah kesadaran nasionalime bangsa dalam
memperjuangkan kemerdekaan.
Pancasila sebagai sistem filsafat
adalah pengungkapan dan penelaahan dunia fisik dan dunia riil secara sistemik
(menyeluruh) dan sistematis (teratur, tersusun rapi). Pancasila memberi ajaran
tata hidup manusia budaya secara harmonis. Pancasila adalah filsafat
keselarasan.
Pancasila sebagai sistem filsafat juga
mempunyai ajaran-ajaran tentang metafisika dan ontologi Pancasila, aksiologi
Pancasila dan logika Pancasila.
Pokok-pokok fikiran Pendidikan Nasional adalah:
1. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
dan disebut sistem Pendidikan Pancasila
2. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar
dapat memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan
3. Fungsi pendidikan nasional Indonesia adalah untuk
mengembangkan warga negara Indonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat,
mengembangkan bangsa Indonesia dan mengembangkan kebudayaan Indonesia
4. Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah
pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian,
pendidikan bahasa, pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian,
pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah.
5. Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia
adalah asas semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama,
asas pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional dan
wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas keselarasan, keseimbangan dan
keserasian, asas manfaat adil dan merata.
BAB III
PENUTUP
Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan
yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa
“Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam
usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
Ketika berbicara pendidikan maka kita akan berbicara mengenai
definisi pendidikan. Pendidikan merupakan aktifitas rasional yang membedakan
manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih
ditentukan oleh instinknya. Manusia belajar dengan otaknya melalu rangkaian
kegiatan menuju pendewasaan untuk mencapai kehidupan yang lebih berarti.
Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan
masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan dan
asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Beberapa
landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan
tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural,
Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk
menjemput masa depan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Pengajar. 2012. Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED.
http://forumsejawat.wordpress.com/2010/10/28/filsafat-pancasila-landasan-filsafat-pendidikan-indonesia/
http://rumahfilsafat.com/2012/07/23/filsafat-pendidikan-pancasila/
http://www.godangisina.com/2012/04/penerapan-filsafat-pancasila-dalam.html
Toko Mesin · Jual Mesin · Susu Listrik · Portal Belanja Mesin Makanan, Pertanian, Peternakan & UKM · CP 0852-576-888-55 / 0856-0828-5927
BalasHapusmaaf kak, sumber filsafat-pendidikan-pancasila sama penerapan-filsafat-pancasila-dalam pendidikan yang benarnya mana ya?
BalasHapus