MODEL
PEMBELAJARAN
OLEH
Kelompok 5:
Ervina Sitinjak
(7103141043)
Farenty Siregar
(7103141047)
Gokmani Silaban
(7101141012)
Imelsa Helen
Sianipar (7103141059)
Julita Hutagaol
(7103141066)
Lustawi Limbong
(7103141075)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI
MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat
kemurahanNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Psikologi Pendidikan ini dengan lancar dan tepat waktu. Adapun tugas makalah
ini berisikan tentang “Model Pembelajaran”.
“Tak ada gading yang tak
retak”. Kami menyadari sepenuhnya akan kemampuan yang masih
terbatas, sehingga masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini dan
hasilnya belum dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu, masukan, kritik dan
saran yang sifatnya membangun kami nantikan dalam
rangka kesempurnaan makalah ini. Dan dengan ini kami berharap makalah ini dapat
memberikan dampak baik bagi para pembaca semua.
MEDAN, April
2013
KELOMPOK 5
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………..2
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………3
BAB I
PENDAHULUAN………..……………………………………………………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN
1. Model Pengajaran
Langsung.....................................................................
..........................7
2. Pembelajaran
kooperatif....................................................................................................13
3. Pengajaran
Berbasis Masalah..............................................................................................16
4. Pembelajaran
Konstektual..................................................................................................20
5. Pembelajaran
Diskusi kelas..................................................................................................23
6. Strategi-strategi
belajar.......................................................................................................24
7. Strategi
4Q4R......................................................................................................................24
8. Strategi
Belajar Peta Konsep...............................................................................................25
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………………28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………………….29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pembelajaran
merupakan satu proses mengakumulasi maklumat dan pengalaman secara terus-menerus.Ia
berlaku dalam diri seseorang sejak dia dilahirkan. (Kamaruddin Hj.Husin,hal.
93). Proses pembelajaran melibatkan pelaksanaan strategi supaya pelajar dapat
mencapai matlamat dan perubahan tingkah laku tertentu serta memperoleh
kebiasaan,pengetahuan dan sikap yang positif.
Pembelajaran
biasanya diartikan sebagai perubahan tingkahlaku yang kekal dan stabil
disebabkan oleh pengalaman atau latihan yang diteguhkan. Proses pembelajaran
bukan disebabkan oleh factor kematangan atau factor-faktor perubahan konstitusi
badsan. Sebarang penggunaan tenaga untuk pembelajaran bahan baru dan
penyelesaian sesuatu masalah boleh dianggap sebagai sebahagian dsripada prosese
pembelajaran.
Proses
pengajaran dan pembelajaran merupakan satu proses yang kompleks. Ia melibatkan
banyak langkah dan usaha yang merangkumi ilmu, kemahiran, pendekatan, kaedah
satu teknik yang perlu diketahui oleh seseorang guru. Dalam masa yang sama, ia
juga menitikberatkan faktor situasi, persekitaran, emosi, dan peranan murid
dalam satu-satu proses pembelajaran yang dijalankan. Ini kerana proses
pengajaran dan pembelajaran berlaku dengan wujudnya interaksi antara kedua-dua
pihak yaitu murid dan guru.oleh yang demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi
keadaan kedua-dua pihak perlu di ambil.
Kurangnya
kemahiran dan penekanan terhadap faktor tersebut sering dilihat menjadi punca
masalah yang boleh menghalang daripada tercapainya objektif pengajaran,
sekaligus dianggap kurang berkesan. Kelemahan ini akan mempengaruhi prestasi
kerja guru malah ia akan memberi kesan negatif terhadap pencapaian serta
kemajuan murid. Sekiranya masalah ini tidak ditangani, ia akan menjelaskan
matlamat utama sistem pendidikan untuk melahirkan generasi yang seimbang
mental, fizikal, emosi, dan rohani.
Justru,
untuk menjadi seorang guru yang professional dan berkesan dalam pengajaran,
seseorang guru perlu melengkapkan diri dengan segala ilmu pengetahuan dan
kemahiran yang berkaitan dengan bidang perguruan.Terdapat 3 langkah yang perlu
diambil yaitu:
1.
Mengenal Pasti Masalah
·
Murid-murid kurang faham isi
pelajaran
·
Sukar mengingati fakta penting
·
Kurang tumpu perhatian
·
Menunjukkan sikap kurang minat
belajar.
2.
Mencari
Puncak Masalah
Murid
keliru, tidak faham dan tidak dapat mengaitkan isi pelajaran yang telah
dipelajari dengan yang baru dipelajari kerana maklumat yang diterima tidak
teratur dan tersusun. Murid-murid tidak memperolehi maklumat yang jelas ketika
sesi awal pembelajaran mengenai satu-satu topik.akhirnya, agak sukar bagi
mereka untuk mengikuti pelajaran yang seterusnya serta tidak boleh mengingati
fakta-fakta penting dalam tajuk tersebut.
Murid-murid
tidak mampu membedakan jenis rangsangan yang perlu diutamakan. Kesannya, mereka
kurang tumpuan ke arah sesi pengajaran dan pembelajaran yang berlangsung.
Kurangnya motivasi dalam aktiviti pembelajaran juga menyebabkan murid-murid
tidak minat terhadap apa yang disampaikan guru.
3.
Cadangan Menyelesaikan Masalah
Secara
umumnya, empat masalah utama yang dihadapi cikgu dalam pengajarannya boleh
diatasi dengan memberi penekanan terhadap aspek-aspek berikut:
ü Pengaplikasian
teori-teori yang sesuai dalam pengajaran.
ü Menekankan
proses pengajaran dan pembelajaran secara peringkat-peringkatnya.
ü Memilih
strategi pengajaran dan bembelajaran yang sesuai dengan situasi murid.
Ketiga-tiga aspek tersebut akan
dibiancangkan secara terperinci pada bahagian seterusnya yang didahului dengan
penjelasan konsep pengajaran dan pembelajaran secara umum.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana
peranan model pembelajaran langsung, kooperatif, berbasis masalah ,
kontekstual, diskusi kelas , strategi belajar, strategi 4Q4R , strategi
belajar peta konsep terhadap pendidikan ?
2) Bagaimana
ciri – ciri dari setiap model pembelajaran pada point 1 ?
3) Bagaimana
kelebihan dan kelemahan dari setiap model pembelajaran pada point 1 ?
4) Bagaimana Pengaplikasian strategi setiap
model pembelajaran pada dunia pendidikan ?
5) Metode
apa yang paling sering dingunakan Guru di sekolah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model
Pembelajaran Langsung
1. Pengertian
Model Pembelajaran Langsung ( Direct Intruction )
Model
Pengajaran Langsung (Direct Intruction) merupakan suatu pendekatan mengajar
yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh
informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar
ini sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,2000a :2). Apabila
guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab
untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar
terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa,
pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan
kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang
telah dipelajari serta memberikan umpan balik.
Model pengajaran langsung (direct
instruction) secara empirik dilandasi oleh teori belajar yang berasal dari
rumpun perilaku (behavior family). Teori belajar perilaku menekankan pada
perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi. Menurut teori
ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan balik dari
lingkungan. Prinsip penggunaan teori perilaku ini dalam belajar adalah
pemberian penguatan yang akan meningkatkan perilaku yang diharapkan. Penguatan
melalui umpan balik kepada siswa merupakan dasar praktis penggunaan teori ini
dalam pembelajaran.
Model pengajaran langsung ini
dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik,
yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct
instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural
knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught
in a step-by-step fashion.” Pemikiran mendasar dari model pengajaran langsung
adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan
menirukan tingkah laku gurunya. Atas dasar pemikirian tersebut hal penting yang
harus diingat dalam menerapkan model pengajaran langsung adalah menghindari
menyampaikan pengetahuan yang terlalu kompleks.
Model pengajaran direct instruction
mengutamakan pendekatan deklaratif dengan titik berat pada proses belajar
konsep dan keterampilan motorik. Model pengajaran direct instruction
menciptakan suasana pembelajaran yang lebih terstruktur.
Kardi dan Nur melalui Trianto (2007 : 29) menyatakan bahwa , Ciri-ciri
Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) adalah sebagai berikut :
- Adanya
tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur
penilaian belajar
- Sintaks/pola
keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
- System
pengelolaan dan lingkungan belajar yang diperlukan agar kegiatan tertentu
dapat berlangsung dengan berhasil
2. Bagaimana Tahapan
Model Pembelajaran?
Tahapan atau sintaks model pembelajaran langsung
menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai berikut:
- Orientasi.
Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa
jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang
akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan
pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan
pelajaran; (3) memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan
dilakukan; (4) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan dan
kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan
kerangka pelajaran.
- Presentasi. Pada
fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep
maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi
dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam
waktu relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan
atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan
langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal
yang sulit.
- Latihan
terstruktur. Pada fase ini guru memandu siswa untuk
melakukan latihan-latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah
memberikan umpan balik terhadap respon siswa dan memberikan penguatan
terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa yang salah.
- Latihan
terbimbing. Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik
juga digunakan oleh guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk
melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan
memberikan bimbingan jika diperlukan.
- Latihan
mandiri. Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan
secara mandiri, fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai
tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan.
Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh
langkah dalam sintaks pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut.
- Menginformasikan
tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa. Dalam
tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja
siswa yang diharapkan.
- Me-review
pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru mengajukan
pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah
dikuasai siswa.
- Menyampaikan
materi pelajaran. Dalam fase ini, guru
menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh,
mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
- Melaksanakan
bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi
kesalahan konsep.
- Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam
tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau
kelompok.
- Menilai
kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru
memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan
umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan
jika diperlukan.
- Memberikan
latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat
memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan
pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.
3. Pada situasi apa
Pembelajaran Langsung dapat digunakan?
Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran
langsung cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran:
- Ketika
guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan
garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan
menunjukkan keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut.
- Ketika
guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki
struktur yang jelas dan pasti.
- Ketika
guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai
keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan
yang berpusat pada siswa, misalnya penyelesaian masalah (problem solving).
- Ketika
guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual
(misalnya menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti,
atau bahwa suatu penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang
logis)
- Ketika
subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan
pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan.
- Ketika
guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik.
- Ketika
guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum
siswa melakukan suatu kegiatan praktik.
- Ketika
guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa
dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen.
- Ketika
para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan
penjelasan yang sangat terstruktur.
- Ketika
lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa
atau ketika guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang
berpusat pada siswa.
4. Kelebihan dan
Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung
Kelebihan model pembelajaran langsung:
- Dengan
model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan
informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus
mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
- Dapat
diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
- Dapat
digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang
mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.
- Dapat menjadi
cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang
sangat terstruktur.
- Merupakan
cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan
keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi
rendah.
- Dapat
menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang
relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.
- Memungkinkan
guru untuk
menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui
presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan
antusiasme siswa.
- Ceramah
merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa
yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam
menyusun dan menafsirkan informasi.
- Secara
umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan
lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa
yang pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup
tidak merasa dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan.
- Model
pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran
dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu
permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana
suatu pengetahuan dihasilkan.
- Pengajaran
yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam
memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif”
yang menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam
pemikiran sehari-hari.
- Model
pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya
ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang
cocok belajar dengan cara-cara ini.
- Ceramah
dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara
langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil
penelitian terkini.
- Model
pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan
untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang
seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).
- Demonstrasi
memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas
dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama
jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam
melakukan tugas tersebut.
- Siswa
yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila
model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
- Model
pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat
terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
5.Keterbatasan Model
Pembelajaran Langsung:
- Model
pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk
mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan
mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal
tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
- Dalam
model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya
belajar, atau ketertarikan siswa.
- Karena
siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit
bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal
mereka.
- Karena
guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi
pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap,
berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat
menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan
terhambat.
- Terdapat
beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang
tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model
pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan
penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa.
- Model
pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru.
Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula
dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk
menampilkan banyak perilaku komunikasi positif.
- Jika
materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model
pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang
cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.
- Model
pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana
materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau
dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara
pandang ini.
- Jika
model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan
kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit
isi materi yang disampaikan.
- Jika
terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa
percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka
ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai
pembelajaran mereka sendiri.
- Karena
model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru
sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini
dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham.
- Demonstrasi
sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak
siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang
dimaksudkan oleh guru.
Pada Model Pembelajaran Direct
Instruction terdapat lima fase yang sangat penting. Sintaks Model tersebut
disajikan dalam 5 (lima) tahap, seperti ditunjukan table berikut:
Fase 1 : Fase Orientasi
Pada fase ini guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap
materi pelajaran. Kegiatan pada fase ini meliputi:
• Kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa
• Mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pembelajaran
• Member penjelasan atau arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan
• Menginformasikan materi atau konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang
akan dilakukan selama pembelajaran
• Menginformasikan kerangka pelajaran
• Memotivasi siswa
Fase 2 : Fase Presentasi/Demonstrasi
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep
atau keterampilan. Kegiatan ini meliputi:
• Penyajian materi dalam langkah-langkah
• Pemberian contoh konsep
• Pemodelan/peragaan keterampilan
• Menjelaskan ulang hal yang dianggap sulit atau kurang dimengerti oleh
siswa
Fase 3 : Fase Latihan Terstruktur
Dalam fase ini, guru merencanakan dan memberikan bimbingan kepada siswa
untuk melakukan latihan-latihan awal. Guru memberikan penguatan terhadap respon
siswa yang benar dan mengoreksi yang salah
Fase 4 : Fase Latihan Terbimbing
Pada fase berikutnya, siswa diberi kesempatan untuk berlatih konsep dan
keterampilan serta menerapkan pengetahuan atau keterampilan tersebut ke situasi
kehidupan nyata.
Latihan terbimbing ini baik juga digunakan guru unruk mengakses kemampuan
siswa dalam melakukan tugas, mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan
tugas dengan baik atau tidak, serta memberikan umpan balik. Guru memonitor dan
memberikan bimbingan jika perlu.
Fase 5 : Fase Latihan Mandiri
Siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui
siswa dengan baik jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85% - 90%
dalam fase latihan terbimbing. Guru memberikan umpan balik bagi keberhasilan siswa.
B.
MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1. Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif
model pembelajaran koperatif adalah
kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling
membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.
Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap
anggota kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang, siswa heterogen
(kemampuan, gender, karekter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung
jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran
koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen,
kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
Kajian juga menunjukkan pembelajaran
kognitif boleh memberbaiki kemahiran sosial pelajar. Ahli-ahli dalam kumpulan
perlu bekerjasama untuk mencapai objektif pembelajaran. Secara tidak langsung,
mereka perlu mempelajari atau memperbaiki kemahiran sosial mereka. Pelajar yang
bersuara perlahan perlu meninggikan suara supaya didengari dan difahami oleh
ahli kumpulan lain. Teguran sesama ahli perlu dilakukan dengan sewajarnya agar
dinamik kumpulan tidak hancur dan gerak kerja berjalan lancar.
Mengikut Kagan (1994) , pembelajaran kooperatif bagi golongan berbakat telah membawabanyak keberkesanan atau faedah seperti berikut :
Mengikut Kagan (1994) , pembelajaran kooperatif bagi golongan berbakat telah membawabanyak keberkesanan atau faedah seperti berikut :
·
Membaiki hubungan sosial
·
Meningkatkan pencapaian
·
Meningkatkan kemahiran kepimpinan
·
Meningkatkan kemahiran sosial
·
Meningkatkan tahap kemahiran aras
tinggi
·
Meningkatkan kemahiran teknologi
·
Meningkatkan keyakinan diri.
2. Beberapa bentuk pembelajaran kooperatif
1.Kaedah Jigsaw II
Dalam kaedah ini, setiap ahli
kumpulan menjadi 'juru' dalam sub-unit sesuatu topik. Setelah masing-masing
memahami bahagian masing-masing, setiap 'juru' mengajarnya pula kepada ahli
kumpulan yang lain. Soal-jawab atau perbincangan yang berlaku semasa proses ini
membolehkan 'juru' dan ahli sama-sama memikirkan pembentangan yang diberi, ini
meningkatkan pemahaman dan ingatan. Selain dari itu, kaedah ini juga memberi
peluang kepada pelajar yang kurang cemerlang dan mengajar mereka untukmenjadi
'juru' dan mengajar mereka yang mempunyai prestasi akademik lebih baik
daripadanya, secara tidak langsung meningkatkan keyakinan diri mereka.
2.Kaedah STAD
STAD merupakan akronim bagi Student
Teams Achievement Divisions. Pembelajaran dalam kumpulan kecil dilakukan bagi
sesuatu topik. Kaedah perbincangan ini boleh menggunakan kaedah Jigsaw II atau
pendekatan lain. Selepas itu kuiz bertulis secara individu akan diberikan untuk
menguji pemahaman pelajar. Setiap pelajar akan mendapat markah individu,
peningkatan kemajuan yang ditunjukkan oleh setiap pelajar akan dikira dengan
mengambil markah terbaru dan ditolak dengan purata markah pelajar itu sendiri.
Perbezaan markah individu akan dikumpulkan untuk menjadi markah kumpulan. Di
sebabkan markah kumpulan diperolehi berdasarkan peningkatan ahli kumpulan, ahli
kumpulan akan saling bekerjasama supaya mendapat markah yang maksimum.
3.TAI
TAI( Team Assisted
Individualization) dibentuk menggabungkan antara motivasi dan insentif kepada
kumpulan. Program yang diberikan mestilah bersesuaian dengan kemahiran yang
dipunyai oleh setiap pelajar. Pelajar dalam setiap kumpulan mestilah terdiri
daripada pelajar yang mempunyai keupayaan yang berbeza-beza. Ahli kumpulan yang
bekerja secara berpasangan akan bertukar-tukar helaian jawapan kerja yang telah
dibuat. Ahli kumpulan bertanggungjawab memastikan rakan-rakan dalam kumpulan
bersedia untuk menduduki ujian akhir setiap unit. Skor mingguan yang diperolehi
oleh kumpulan akan dijumlahkan , kumpulan yang melebihi skor yang ditetapkan
akan diberikan sijil.
3. Beberapa strategi meningkatkan keberkesanan pembelajaran kooperatif
Pembahagian kumpulan yang
membolehkan ahli-ahli dalam kumpulan bekerja dengan berkesan bersama-sama.Faktor
yang paling utama di sini ialah bilangan ahli dalam kumpulan. Kumpulan kecil
mengandungi tiga atau empat ahli didapati paling efektif. Kumpulan yang terlalu
besar kurang efektif kerana pembabitan ahli kumpulan cenderung menjadi tidak
sama rata. Disamping itu, pembentukan kumpulan sebaiknya dilakukan oleh guru
bagi mengelakkan pelajar berkumpul sesama 'klik' mereka sahaja
Tugasan perlu distruktur sebegitu
rupa supaya ahli kumpulan saling bergantung untuk mencapai objektif yang
ditentukan. Elakkan memberi tugasan yang boleh diselesaikan tanpa perlu
pembabitan setiap ahli kumpulan. Ini boleh menyebabkanada ahli kumpulan yang
'lepas tangan' ataupun dipinggirkan oleh orang lain, dan bagi pelajar ini,
pengalaman pembelajaran sepenuhnya tidak dapat dicapai.
Jadikan tanggungjawab pencapaian
terletak di kedua-dua tahap individu dan kumpulan. Satu cara
ialah melalui pemberian markah. Setiap pelajar mendapat markah individu dan
markah kumpulan bergantung kepada markah individu. Dengan cara itu setiap
pelajar mempunyai motivasi untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan
juga kumpulan.
Berikan garispanduan tingkahlaku dan
kemahiran berkomunikasi kepada pelajar. Guru perlu
menjelaskan kepada pelajar apakah tingkahlaku yang wajar dan tidak wajar semasa
pembelajaran kooperatif berlaku. Guru juga perlu meberikan asas kemahiran
komunikasi misalnya bagaimana menyuarakan pendapat dan bagaimana menghadapi
percanggahan pendapat.
Pastikan jenis dan amaun interaksi
antara pelajar berpatutan. Guru perlu mengawasi interaksi
yang berlaku semasa pelajar menjalankan aktiviti kumpulan di dalam kelas.
Perbincangan yang berlaku seharusnya yang berkaitan dengan tugasan . Interaksi
juga harus berlaku di antara setiap ahli kumpulan dan tidak meminggirkan
mana-mana ahli kumpulan. Perbincangan dan keputusan juga tidak dimonopoli oleh
ahli kumpulan tertentu sahaja.
C.
PENGAJARAN
BERBASIS MASALAH
a.Pengertian
Pengajaran Berbasis Masalah
Ada berbagai cara untuk mengaitkan
konten dengan konteks, salah satunya adalah melalui pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning). Model ini juga dikenal dengan nama
lain seperti project based teaching, experienced based education, dan anchored
instruction (Ibrahim dan Nur, 2004). Pembelajaran ini membantu pebelajar
belajar isi akademik dan keterampilan memecahkan masalah dengan melibatkan
mereka pada sistuasi masalah kehidupan nyata.
Problem based learning sebagai suatu pendekatan yang dipandang
dapat memenuhi keperluan ini (Schmidt, dalam Gijselaers, 1996). Masalah-masalah
disiapkan sebagai stimulus pembelajaran. Pembelajar dihadapkan pada situasi
pemecahan masalah, dan pembelajar hanya berperan memfasilitasi terjadinya
proses belajar dan memonitor proses pemecahan masalah. Menghadapkan pembelajar
pada masalah-masalah nyata sehari-hari merupakan salah satu cara mencapai
tujuan ini. Allen, Duch, dan Groh (1996) mengemukakan pertimbangan penerapan
PBL dalam pendidikan sain seperti berikut :
Kontekstual. Dalam
pembelajaran berbasis masalah pebelajar memperoleh pengetahuan ilmiah dalam
konteks dimana pengetahuan itu digunakan. Pebelajar akan mempertahankan
pengetahuannya dan menerapknanya dengan tepat bila konsep-konsep yang mereka
pelajari berkaitan dengan penerapannya. Dengan demikian pembelajar akan
menyadari makna dari pengetahuan yang mereka pelajari.
Belajar untuk belajar (learningf to learn).
Pengetahuan ilmiah, berkembang secara eksponential, dan pebelajar perlu belajar
bagaimana belajar dan dalam waktu yang sama mempraktekkan kerja ilmiah melalui
karier mereka. Pembelajaran berbasis masalah membantu pembelajar
mengidentifikasi informasi apa yang diperlukan, bagaimana menata informasi itu
kedalam kerangka konseptual yang bermakna, dan bagaimana mengkomunikasikan
informasi yang sudah tertata itu kepada orang lain.
Doing Science. Pembelajaran
berbasis masalah menyediakan cara yang efektif untuk mengubah pembelajaran
sains abstrak ke konkrit. Dengan memperkenalkan masalahmasalah yang relevan
pada awal pembelajaran, pembelajar dapat menarik perhatian dan minat pembelajar
dan memberikan kesempatan pada mereka untuk belajar melalui pengalaman.
Bersifat interdisiplin. Penggunaan
masalah untuk memperkenalkan konsep juga menyediakan mekanisme alamiah untuk
menunjukkan hubungan timbal balik antar mata pelajaran. Pendekatan ini
menekankan integrasi prinsip-prinsip ilmiah.
b. Karakteristik
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Para pengembang pembelajaran berbasis masalah (Ibrahim
dan Nur,2004) telah mendeskripsikan karaketeristik model pembelajaran
berbasis masalah sebagai berikut.
- Pengajuan
pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah
dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya
mengorganisasikan disekitar prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan
tertentu. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di
sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanyasecara sosial penting dan
secara pribadi bermakna bagi pebelajar. Mereka mengajukan situasi
kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana, dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk sitausi itu.
- Berfokus
pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun
PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih
benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, pebelajar meninjau masalah itu
dari banyak mata pelajaran.
- Penyelidikan
autentik. Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki
pebelajar untuk melakukan pennyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalsis dan
mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan,
mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan eksperimen (jika
diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan
- Menghasilkan
produk/karya dan memamerkannya. PBL
menuntut pebelajar untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya
nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa
laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata itu
kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang
telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap
laporan tradisional atau makalah.
- Kerjasama.
Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan
oleh pebelajar yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi
untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan
memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
c. Prinsip-Prinsip
dalam Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah secara
khusus melibatkan pebelajar bekerja pada masalah dalam kelompok kecil yang
terdiri dari lima orang dengan bantuan asisten sebagai tutor. Masalah disiapkan
sebagai konteks pembelajaran baru. Analisis dan penyelesaian terhadap masalah
itu menghasilkan perolehan pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah.
Permasalahan dihadapkan sebelum semua pengetahuan relevan diperoleh dan tidak
hanya setelah membaca teks atau mendengar ceramah tentang materi subjek yang
melatar belakangi masalah tersebut. Hal inilah yang membedakan antara PBL dan
metode yang berorientasi masalah lainnya. Tutor berfungsi sebagai pelatih
kelompok yang menyediakan bantuan agar interaksi pebelajar menjadi produktif
dan membantu pebelajar mengidentifikasi pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah.
d. Tujuan dan
Hasil Belajar Model Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Keterampilan Berpikir dan Keterampilan
Memecahkan Masalah
Pembelajaran berbasis masalah
ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak sama dengan keterampilan yang
berhubungan dengan pola-pola tingkah laku rutin. Larson (1990) dan
Lauren Resnick (Ibrahim dan Nur, 2004) menguraikan cirri-ciri berpikir
tingkat tinggi seperti berikut :
- tidak
bersifat algoritmik (noalgoritmic), yakni alur tindakan tidak
sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya,
- cenderung
kompleks, keseluruihan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut
pandang,
- seringkali
menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan kerugian,
dari pada yang tunggal,
- melibatkan
pertimbangan dan interpretasi,
- melibatkan
banyak kriteria, yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain,
- seringkali
melibatkan ketidakpastian. Tidak selalu segala sesuatu yang berhubungan
dengan tugas diketahui,
- melibatkan
pengaturan diri (self regulated) tentang proses berpikir,
- melibatkan
pencarian makna menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak
teratur,
- berpikir
tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja mental besar,
besaran saat melakukan elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.
Keterampilan-keterampilan berpikir tingkat tinggi ini
dapat diajarkan (Costa, 1985). Kebanyakan program dan kurikulum
dikembangkan untuk tujuan ini amat mendasarkan pada pendekatan yang serupa
dengan pembelajaran berbasis masalah ( Ibrahim dan Nur, 2004).
2) Pemodelan Peranan Orang Dewasa
Resnick (Ibrahim dan Nur, 2004) mengemukakan
bahwa bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara
pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang
dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat
dikembangkan adalah :
- PBL
mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
- PBL
memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog
dengan yang lain sehingga pebelajar secara bertahap dapat memi peran yang
diamati tersebut.
- PBL
melibatkan pebelajar dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan
mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan
membangun femannya tentang fenomena itu.
3) Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah
berpusat pada pebelajar. Pebelajar harus dapat menentukan sendiri apa yang
harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, dibawah bimbingan
pembelajar (Barrows, 1996). Dengan bimbingan pembelajar yang secara
berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan
mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, pebelajar
belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam kehidupan
kelak (Ibrahim dan Nur, 2004).
e. Landasan
Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Temuan-temuan dari psikologi
kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara
umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam
psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru
yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum
diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan.
Prosesproses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan
pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.
Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran
yang berkaitan dengan PBL.
Prinsip 1. Belajar adalah proses konstruktif dan
bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa
belajar adalah penuangan pengetahuan kekepala pebelajar. Kepala pebelajar
dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan.
Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada
memorinya seperti menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali
informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang
digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern
menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam
jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi
informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan
semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga
bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.
Prinip 2. Knowing About Knowing (metakognisi)
Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar
adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self
monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam
Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial
keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to do), strategi
seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan
pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body
of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk
mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan
memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah
dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal?
Prinsip 3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial
Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan
pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu
menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius.
Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar
kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah
untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa
pebelajar mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah
(Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak
memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal
diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990).
D.
PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
a.Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke
permasalahan/ konteks lainnya.
b.Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Tradisional
Ø
Kontekstual
1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran.
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata/masalah yang disimulasikan.
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa.
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan,
menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan
masalah (melalui kerja kelompok).
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri.
yang bersifat subyektif.
Ø
Tradisional
1. Menyandarkan pada hapalan
1. Menyandarkan pada hapalan
2.Pemilihan
informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa
secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas
kehidupan.
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar
ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar
ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
C. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pembelajaran
Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja,
dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
2. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
3. Ciptakan masyarakat belajar.
4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
D. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1. Konstruktivisme
- Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan
awal.
- Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry
- Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
- Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (Bertanya)
- Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
- Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
- Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
- Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
- Tukar pengalaman.
- Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan)
- Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
- Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( Refleksi)
- Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
- Mencatat apa yang telah dipelajari.
- Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
- Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
- Penilaian produk (kinerja).
- Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
E. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
1. Kerjasama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan, tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif
8. Sharing dengan teman
9. Siswa kritis guru kreatif
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor
dan lain-lain
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
2. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
3. Ciptakan masyarakat belajar.
4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
D. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1. Konstruktivisme
- Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan
awal.
- Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry
- Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
- Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (Bertanya)
- Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
- Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
- Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
- Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
- Tukar pengalaman.
- Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan)
- Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
- Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( Refleksi)
- Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
- Mencatat apa yang telah dipelajari.
- Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
- Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
- Penilaian produk (kinerja).
- Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
E. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
1. Kerjasama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan, tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif
8. Sharing dengan teman
9. Siswa kritis guru kreatif
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor
dan lain-lain
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain
F. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual,
program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang
guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan
bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program
tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang
dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya
bersama siswanya. Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan
Pencapaian Hasil Belajar.
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan
Pencapaian Hasil Belajar.
2. Nyatakan
tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
E. Pembelajaran Diskusi Kelas
Diskusi
kelas digunakan untuk memperbaiki cara berpikir dan keterampilan berkomunikasi
siswa dan untuk meningkatkan semangat siswa terlibat dalam pelajaran.
Keuntungan pembelajaran diskusi kelas antara lain: melibatkan siswa langsung
dalam proses pembelajaran, dapat menguji tingkat penguasaan pelajaran
masing-masing, menumbuhkan dan mengembangkan sikap ilmiah, menagjukan dan
mempertahankan pendapatnya dalam diskusi kelas akan dapat memperoleh kepercayaan
akan kemampuan diri sendiri dan menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial
dan sikap demokrasi siswa.
Adapun
yang menjadi kelemahan dari metode ini adalah tergantung pada kepemimpinan dan
partisipasi anggota, memerlukan keterampilan tertentu yang belum pernah
dipelajari sebelumnya dan lain sebagainya.
Sintaks
pembelajaran diskusi kelas:
Tahap 1 (menyampaikan tujuan dan menagtur setting) : menyampaikan tujuan pembelajaran
khusus dan menyiapkan siswa untuk berpartisipasi
Tahap 2 (mengarahkan diskusi) : guru mengarahkan fokus diskusi dengan menguraikan
aturan-aturan dasar mengajukan pertanyaan-pertanyaan awal, menyajikan situasi
yang tidak dapat segera dijelaskan atau menyampaikan diskusi
Tahap 3 (menyelenggarakan diskusi) : guru memonitor antar aksi, mengajukan pertanyaan, mendengarkan gagasan siswa,
menanggapi gagasan siswa, melaksanakan aturan dasar, membuat catatan diskusi,
menyampaikan gagasan sendiri
Tahap 4 (mengakhiri diskusi) : guru menutup diskusi dengan merangkum atau mengungungkapkan makna
diskusi yang telah diselenggarakan kepada siswa
Tahap 5 (melakukan tanya jawab singkat tentang
proses diskusi itu) : guru menyuruh siswa
untuk menyakan apa yang kurang dipahami dari diskusi tersebut
F. Strategi-Strategi Belajar
Tujuan utama pengajaran strategi
belajar adalah mengajarkan siswa untuk belajar atas kemauan dan kemampuan
sendiri. Strateg-strategi ini dilakukan dan digunakan yaitu:
a) Strategi
mengulang
Seperti
menghapal sesuatu dalam waktu jangka pendek, menggaris bawahi kata atau kalimat
yang penting, membuat catatan pinggir pada buku yang dibaca, dan sebagainya.
b) Strategi
elaborasi
Seperti
membuat catatan singkat, dengan analogogi yaitu membandingkan kesamaan antara
ciri-ciri pokok.
c) Strategi
Organisasi
Strategi
ini terdiri atas: membuat garis besar, pemetaan konsep, mengingat dengan pola
ingatan dan sebagainya.
d) Strategi
meta kognitif
Strategi
ini berhubungan dengan pengetahuan siswa tentang dirinya sendiri dan kemampuan
meeka menggunakan strategi belajar dengan tepat.
G. PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
Preview
Dengan memberikan bahan bacaan untuk dibaca siswa dan
menginformasikan kepada siswa bagaimana menemukan ide pokok/tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai
Question
Dengan membuat pertanyaan
(mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahanbacaan (materi bahan ajar)
serta2.Membuat pertanyaan (mengapa,bagaimana,
darimana) tentang bahanbacaan (materi bahan ajar).membaca teksdan mencari
jawabannya.3.Mengajukan pertanyaan bertujuan untukmenimbulkan rasa ingin tahu.
Orangyang ingin tahu akan berusaha mencari jawabannya
Read
Dengan memberikan tugas kepada siswa untuk membaca dan
menanggapi/menjawab pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.
Reflect.
Dengan
menginformasikan materi yang ada pada bahan bacaan
Recite
Dengan recite siswa
akan mengetahui bagaimana yang perlu diketahui dalammenyebutkan kebali seperti
denganmenyebutkan dengan kata-kata sendiriatau mengingat dan menyebutkan
kembalimerupakan langkah yang penting karenadengan cara ini siswa dapat mengenali
dan juga mempelajari jawabannyaGuru harus mempertimbangkan jawaban
yang diberikan (cartat-bahasbersama), atau mempertimbangkan jawaban
yang diberikan (catat lalu bahasbersama)
Review
Mengulang
kembali berartimengungkapkan kembali apa yang telahkita pelajari tanpa kita
melihat catatan.Mengulang bahan pelajaran secara teratur amat berguna
karena mengingatkankembali pengetahuan yang telah kitapelajari sebelumnya.
Reflect
Aktivitas
memberikan contoh daribahan bacaan dan membayangkankonteks bahasa yang aktual
yang relevan.
H. Strategi Belajar Peta Konsep
Pengertian konsep dan Peta Konsep
Suatu konsep adalah suatu kelas atau kategori
objek yang memiliki ciri-ciri umum. Konsep adalah suatu yang sangat luas
(Hamalik, 2003:162). Hal diatas sejalan dengan pendapat Trianto (2007:158) yang
menyatakan bahwa, konsep merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk
menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya
berdasarkan kesamaan ciri dari sekumpulan objek-objeknya.
Dahar (dalam
Anwarholil, 2008:15) menyatakan bahwa konsep merupakan dasar untuk berpikir,
untuk belajar aturan-aturan dan akhirnya untuk memecahkan masalah. Dengan
demikian, konsep itu sangat penting bagi manusia baik dalam berpikir maupun dalam belajar.
Sintaks Strategi Peta Konsep
Langkah 1: mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang
melingkupi sejumlah konsep
Langkah 2: mengidentifikasi ide-ide atau konsep sekunder
yang menunjang ide utama.
Langkah 3: menempatkan ide-ide utama di tengah atau di
puncak peta tersebut.
Langkah 4: mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling
ide utama yang secara visual menunjukkan hubungan ide-ide tersebut dengan ide
utama.
Peta konsep dapat berbentuk jaringan (network tree),,
rantai kejadian (even chains), konsep siklus (cycle concept map) dan peta
konsep laba-laba (spider concept map).
PETA KONSEP POHON JARINGAN
PENDIDIKAN
|
KETEGASAN
|
PENGHARGAAN
|
KETELADANAN
|
KASIH SAYANG
|
KEWIBAWAAN
|
SUASANA
|
PROSES PEMBELAJARAN
|
SUASANA
|
TUJUAN, MATERI, PBM, MEDIA, EVALUASI
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan sacara khas oleh guru. Model
pembelajaran dapat dikelompokkan sebagai model interaksi sosial, model
pengolahan informasi, model personal humanistic dan model modifikasi tingkah
laku. Pembelajaran yang diimplementasikan pada kurikulum tingkat satuan
pendidikan adalah model pengajaran langsung, pembelajaran kooperatif,
pengajaran berbasis masalah dan strategi-strategi pembelajaran. Semua model ini
didasarkan pada teori-teori belajar dan pembelajaran.
SARAN
Diharapkan pada setiap Guru untuk menggunakan model pembelajaran yang
bervariasi. Agar minat belajar siswa meningkat dan tidak bosan dalam Proses
Belajar Mengajar ( PBM ). Guru tidak boleh hanya berpatokan pada satu model
pemebelajaran dan satu strategi belajar. Semoga makalah ini bermamfaat bagi
penulis maupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen. 2013. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Medan: UNIMED.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar