BAB I
PENDAHULAN
Batavia
Air telah memulai bisnis di Indonesia lebih dari dua puluh tahun. Dimulai dari
usaha travel agent dan tumbuh menjadi usaha charter angkutan udara.
Batavia Air berdiri pada tahun 2001. Kemudian pada tahun 2002, Batavia Air
memperoleh Sertifikasi sebagai Operator Penerbangan. Dengan pengalaman di
bidang usaha biro perjalanan dan industri angkutan udara, dan didukung dengan
armada yang dapat dipercaya disertai sumber daya manusia yang handal, kami
percaya dan optimis dapat bertahan didalam melaksanakan kompetisi angkutan
udara.
Namun
di awal tahun 2013 Seperti yang sudah diberitakan pada berbagai media bahwa
Batavia Air telah dinyatakan pailit karena tak mempu melunasi utang-utang dalam
jutaan Dollar. Memang tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan utang sebagai modal
operasional atau pun ekspansi usaha merupakan salah satu hal yang dapat
dilakukan oleh lembaga atau perusahaan. Namun jangan lupa bahwa menggunakan
utang diibaratkan memiliki dua bentuk yakni pedang bermata dua. Untuk
pembahasan selanjutnya akan diarahkan pada aplikasi utang sebagai salah satu
sumber pendanaan perusahaan.
Dalam
bidang keuangan terdapat dua bentuk pendanaan yakni yang bersumber dari
internal perusahaan dan eksternal perusahaan. Internal perusahaan seperti laba
ditahan, keuntungan dan lain-lainnya. Sedangkan ekternal perusahaan dapat
berupa utang, obligasi, penjualan saham dan lain-lainnya. Namun dala tulisan ini
akan emmfokuskan pada utang yang mana diduga merupakan salah satu penyebab
pailitnya Batavia Air. Untuk memperjelas bahwa menumpuknya utang oleh Batavia
Air karena ketika jatuh tempo pelunasan utang, yang terjadi adalah
ketidakmampuan. Pertanyaannya adalah mengapa tidak mampu?
Dalam
aplikasi utang sebagai pendanaan biasanya diikuti juga dengan analisis tentang
kemampuan melunasi serta kredibilitas sang pengutang. Dalam hal ini,
menumpuknya utang mungkin saja disebabkan lemahnya aspek manajemen keuangan dalam
tubuh Batavia Air. Karena bagaimana pun kasus pailitnya Batavia Air diduga
disebabkan oleh utang sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana proses
persetujuan untuk berutang hingga pencairan dana utang tersebut? Apakah melalui
analisis komprehensif bisnis ataukah tidak? Dalam hal ini hanya pihak interen
perusahaan Batavia Air yang mampu menjawabnya.
Namun
apabila dikaji dari perspektif keuangan maka pailitnya Batavia Air
mendeskripsikan pengelolaan keuangan yang kurang bagus yang mana dapat
terindikasi dari kemampuan menghasilkan nilai lebih dari utang atau biasanya
disebut sebagai cost lebih besar dari benefit. Hal ini dapat terjadi mungkin
saja disebabkan telaah kondisi bisnis serta sense of crisis pihak manajemen
Batavia Air mengalami kendala. Karena bagaimana punketika membuat keputusan
untuk berutang haruslah memperkirakan kemampuan untuk melunasi serta kemampuan
memprediksi trens pasar untuk kepentingan bisnis.
BAB II
PEMBAHASAN
Penutupan
Batavia Air pada tanggal 30 Januari merupakan salah satu kejadian yang paling
menyedihkan bagi industri penerbangan Indonesia. Di tengah pertumbuhan
transportasi udara yang cukup tinggi di Indonesia, Batavia Air malah menjadi
terpuruk. Permohonan pailit Batavia Air diajukan oleh International Lease
Finance Corporation (ILFC) kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
1. Penyebab Utama Putusan Pailit Batavia Air
Keputusan
pailit PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD 4,68 juta yang
sudah lewat jatuh tempo namun tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit ini telah
diajukan semenjak 20 Desember 2012 dan diputuskan pada tanggal 30 Januari 2013.
Hutang ini bermula dari keinginan
Batavia Air untuk mengikuti tender pelayanan haji dengan menyewa (leasing) dua
pesawat Airbus A330 dari ILFC. Namun, dari total kontrak leasing selama 9
tahun, sudah 3 tahun berturut-turut Batavia Air kalah tender di Kementerian
Agama untuk mengangkut jemaah haji.
Dalam gugatan ILFC, Batavia Air
memiliki tagihan sebesar USD 440rb di tahun pertama, USD 470rb di tahun kedua,
USD 500rb di tahun ketiga dan ke empat, dan USD 520rb di tahun kelima dan
keenam. Keseluruhan hutang dari ILFC sebesar USD 4,68 juta ini memiliki tanggal
jatuh tempo di 13 Desember 2012.
Selain gugatan dari ILFC, Batavia
Air juga memiliki utang sebesar USD 4,94 juta kepada Sierra Leasing Limited
yang jatuh tempo di 13 Desember 2012 juga. Analisa dari OSK Research Sdn Bhd di
bulan Oktober 2012 memperkirakan total utang Batavia Air sebesar USD 40juta.
Sebagai
perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga tidak memiliki
kewajiban untuk memberikan laporan keuangan nya secara publik, sehingga dalam
hal ini juga sulit untuk memberikan menyimpulkan kondisi keuangan Batavia Air. Dari
kasus pailitnya Batavia Air dapat dipahami bahwa ada celah pemasukan dan
pengeluaran serta bias akan potensi bisnis bahwa semua itu tidak pasti. Oleh
karena itu, pemanfaatan celah pasar yang diharapkan oleh pihak manajemen
Batavia Air tidak berjalan sesuai rencana. Dengan demikian berpijak pada ulasan
sebelumnya terdapat beberapa hal yang dapat diambil hikmahnya dari kasus
pailitnya Batavia Air, yakni:
a. Sense
of crisis
Alasan pertama dari sense of crisis yakni pihak
manajerial tidak mampu memahami bahwa kondisi bisnis saat ini tidak pasti, oleh
karena itu kepekaan dan ketanggapan bisnis perlu diperhatikan. Dalam aplikasi
penggunaan utang sebagai sumber pendanaan maka langkah pertama yang harus
ditelaah secara mendalam adalah kemampuan dan kondisi pemasukan bisnis. Sampai
di sini dapat ditarik benarng merah bahwa sense of crisis perlu mendapatkan
perhatian serius dari perusahaan-perusahaan yang berkeinginan bertahan pada
kondisi persaingan yang tajam serta penuh ketidakpastian. Lanjut bahwa apabila
perusahaan memiliki sense of crisis maka pihak manajerial perusahaan dapat
bersikap dengan tepat sebelum bahaya itu terjadi. Dalam kasus Batavia Air,
sudah terjadi goncangan barulah mulai memikirkan solusi untuk menyelesaikannya.
Tentu saja hal tersebut terlambat dan ebrakhir dengan pailit.
b. GCG
Seperti yang diketahui bahwa penerapan tata kelola
perusahaan yang baik saat ini tidak dapat diabaikan seperti waktu-waktu
sebelumnya dan memang hal itu benar adanya karena melalui tata kelola yang
baiklah akan memudahkan proses operasionalisasi dan perbaikan secara kontinyu.
Dalam konteks pailitnya Batavia Air perlu mendapatkan perhatian untuk
meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.
c.
Lemahnya analis C/B
Analisis
cost benefit sangat penting ketika suatu perusahaan hendak membuat keputusan
menggunakan utang sebagai sumber pendanaan. Karena dari analisis C/B inilah
akan membantu memahami kondisi perusahaan dengan lebih baik. Dalam arti akan
membuka cakrawala kekuatan melunasi utang serta bagaimana keuntungan lainnya
apabila mau menggunakan utang. Dalam konteks Batavia Air ada indikasi bahwa
analisis C/B belumlah dilakukan sepenuhnya sehingga analisis utang diabaikan
dan mengalami utang yang berlebihan, atau dengan kata lain mengalami kekurangan
kemampuan melunasi utang.
d. Harga
Harga memang sangat peka oleh konsumen karena konsumen
cenderung lebih memilih harga yang murah. Dan hal itu memang normal karena
lebih kecil jumlah uang untuk mendapatkan suatu barang maka akan semakin baik adanya.
Hanya saja dalam konteks Batavia Air, untuk menunjang keberlangsungan arus kas
masuk membutuhkan lebih dari hanya sekedar bersaing menggunakan harga sebagai
ujung tombak. Dalam arti membutuhkan aspek lainnya selain harga guna memperkuat
arus kas masuk sehingga laba ditahan pun dapat meningkat, dan apabila kondisi
itu terus berlangsung akan meningkatkan kemampuan melunasi utang.
e. Gunakan
sumber pendanaan berimbang
Maksudnya adalah bagaimana menggunakan sumber
pembiayaan atau kombinasi yang sehat dari dana internal dan dana ekternal.
Kasus pailitnya Batavia Air mengindikasikan penggunaan utang yang berelbihan
tanpa analisis yang mendalam. Oleh karena itu gunakan persentase dana internal
dan eksternal yang bijak yang mana terindikasi dari tidak jangan menggunakan
utang sebagai modal utama operasionalisasi. Memang benar bahwa ada juga
perusahaan yang menggunakan utang sebagai sumber utama pendanaan yakni
perusahaan-perusahaan yang berbisnis dalam lang[angan bisnis perbankan. Nah
dalam hal ini dapat dilihat bahwa karakteristik jenis industri dimana Batavia
Air beroperasionaliasi memiliki perbedaan karakter dengan industri perbankan
sehingga sekali lagi persentase penggunaan utang sebagai sumber pendanaan
haruslah benar-benar dianalisis secara mendalam. Sebaiknya jangan melebihi dari
40% dari total aset yang dimiliki sehingga ketika terjadi goncangan keuangan
masih berpeluang untuk menghasilkan aset.
2. Urutan Peristiwa Menjelang Pailit nya Batavia Air
Sesuai dengan yang sudah diberitakan
sebelumnya, tuntutan hutang Batavia Air bermula dari keikut sertaan nya dalam
tender haji di tahun 2009. Menurut Dudi Sudibyo, permasalahan ini diperparah
dengan ketidak pedulian Batavia Air dalam mendayagunakan kedua pesawat A330 ini
untuk melayani rute-rute lain selama menganggur.
Barangkali
yang juga kurang dipublikasikan di media cetak adalah adanya kenaikan
persyaratan deposit Travel Agent di Batavia Air per bulan April 2012.
Persyaratan minimum deposit yang sebelumnya sebesar 7.500.000, diubah menjadi
minimum 15.000.000 rupiah. Kenaikan deposit ini hanya ditunjang dengan alasan
untuk mengurangi “ribet” nya administrasi penambahan deposit.
Di bulan Oktober 2012, Air Asia
telah mengajukan rencana untuk mengakuisisi Batavia Air senilai USD 80juta.
Rencana akuisisi ini menjadi polemik yang cukup populer di Indonesia karena
kekuatiran akan masuk nya pihak luar ke dalam industri penerbagan Nusantara.
Namun tidak lama berselang, rencana tersebut kandas dengan keputusan Air Asia
untuk membatalkan transaksi tersebut dikarenakan “risiko bisnis dan penurunan
pendapatan”4.
Menurut Dirjen Perhubungan Udara,
Herry Bakti, seusai gagal nya akuisisi Batavia Air oleh Air Asia, rute Batavia
Air telah berkurang secara drastis, yang awal nya 64 rute, menjadi 44 rute
saja. Namun di tengah pengurangan rute ini, airlines domestik lain malah
memperlihatkan penambahan rute yang cukup signifikan, terutama Air Asia, yang
mulai merambah ke rute-rute strategis Batavia Air, seperti Semarang-Singapura
yang sebelumnya hanya dilayani oleh Batavia Air.
Di penghujung akhir Januari 2013,
Batavia Air mulai mengalami penurunan secara drastis, terutama diakibatkan oleh
tuntutan pailit oleh ILFC. Kepercayaan calon penumpang pun mulai berkurang,
banyak penumpang kuatir akan terulang nya peristiwa tutup nya Adam Air dan
Mandala Air. Dalam penutupan dua airlines tersebut, tiket yang sudah dibeli
oleh penumpang banyak yg hilang tanpa pengembalian uang. Beberapa hoax messages
pun juga banyak beredar di BBM, terutama yang menyangkut akan segera ditutup
nya Batavia Air oleh Dirjen Perhubungan6.
Tepat sehari menjelang keluarnya
putusan pailit oleh pengadilan negeri Jaksel (30 Jan 2013), sempat terjadi
pengajuan pencabutan gugatan pailit oleh ILFC. Namun pengajuan pembatalan ini
telah ditolak lansung oleh Batavia Air dikarenakan Batavia Air sudah merasakan
dampak penurunan kepercayaan publik secara drastis. Dengan penolakan ini maka
putusan pengadilan negeri Jaksel berlanjut menjadi pailit bagi Batavia Air.
3. Akibat Bangkrutnya Batavia Air terhadap penumpang
dan Agen Travel
Akibat putusan pailit Batavia,
beberapa asosiasi travel agent sudah mencatatkan kerugian mencapai milliaran
rupiah. Asosiasi Travel Agen Indonesia (Asita) Jakarta dengan anggota sekitar
1500 agen, memperkirakan dana deposit yang hilang mencapai 20 milliar rupiah.
Sementara itu, Astindo Sulawesi Tengah mencatat kerugian uang deposit mencapai
500 juta rupiah.
Pasca penutupan Batavia Air,
beberapa airlines telah menawarkan bantuan bagi penumpang Batavia Air dengan
booking ulang secara cuma-cuma. Tiger Airways (dan Mandala Airlines) telah
menawarkan rebooking gratis untuk rute-rute tertentu (CGK-SG, CGK-PKB, CGK-Padang,
dan CGK-SUB)9. Express Air juga mengakomodir penumpang Batavia
Air untuk rute Yogyakarta – Pontianak secara gratis.
4. Proses Penyelesaian Pailit oleh Kurator
Penyelesaian
pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator, antara lain
Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan Alba
Sumahadi. Kantor kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen
Suprapto, Jakarta Pusat.
Beberapa
aktifitas yang sudah terjadwal ada sebagai berikut:
§ 15 Feb 2013
– Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pukul 09:00
§ 18 Feb 2013
– Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan kreditur dan
pajak di Kantor Kurator.
§ 18 Feb – 1
Maret 2013 – Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai kreditur
Batavia Air
§ 14 Maret
2013 – Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator
Namun untuk para pemegang tiket
calon penumpang, salah satu Kurator Batavia Air (Turman Panggabean) sudah
menyatakan bawah penggantian tiket calon penumpang dapat dilakukan dengan syarat ada investor baru. Jadi sepertinya
sudah pupus harapan bagi pemegang tiket untuk bisa mendapatkan uang refund atau
pengembalian.
5. Langkah ke Depan untuk Mencegah Terulangnya Batavia
Air
Escrow Account untuk deposit travel
agent dan tiket yang belum terpakai. Dengan terjadinya kasus pailit Batavia
Air, Astindo (Assosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan) mendesak
Departemen Perhubungan untuk membuat peraturan baru dimana deposit travel agent
dan deposit tiket yang belum terpakai untuk ditempatkan dalam escrow account
atau akun penjaminan yang terpisah dari operasional perusahaan penerbangan.
Sehingga dalam kasus-kasus pailit seperti Batavia Air, deposit tersebut dapat
diamankan secara terpisah.
Proposal
yang kedua adalah kerja sama dari Asosiasi Travel yang telah ada, antara lain
Astindo, Asita, maupun assosiasi-assosiasi lain nya, untuk membuat sebuah
“early detection system”. Early detection ini dapat menggunakan beberapa
indikasi, antara lain: pengurangan rute penerbangan secara signifikan, hutang
yang mulai gagal bayar, analisa perbandingan hutang dengan aset perusahaan,
dll. Dengan fasilitas seperti ini, iuran tahunan assosiasi-assosiasi yang
terkadang berjumlah cukup besar menjadi lebih berguna.
6. Solusi
Batavia Air seperti yang diketahui merupakan suatu
organisasi dan yang namanya organisasi mendeskrisikan kumpulan orang-orang yang
secara sadar bergabung untuk mencapai visi organisasi. Berpijak pada definisi
tersebut diketahui bahwa dalam tubuh Batavia Air terdapat cukup besar tenaga
kerja. Nah apa yang akan terjadi pada mereka ketika Batavia Air dinyatakan
pailit? Jawabannya adalah tenaga kerjanya sudah dipastikan tidak akan bekerja
lagi, atau dengan kata lain akan menganggur. Hal inilah yang perlu dipikirkan
oleh pihak manajerial Batavia Air karena jumlah kapasitas tenaga kerja yang
cukup banyak akan berdampak pada aspek makro dan mikro. Dengan demikian
berpijak pada kasus pailitnya Batavia Air, perusahaan-perusahaan lainnya dapat
mempersiapkan program-program khusus guna menyelamatkan nasib tenaga kerjanya
apabila perusahaan tempat mereka bekerja mengalami kasus yang sama dengan
Batavia Air. Dalam jargon manajemen biasanya disebut sebagai corporate social
responsibility (CSR) yakni bagaimana sebuah perusahaan memahami dan mengerti
serta memberikan tangung jawab berupa solusi kepada stakeholder yang meliputi
juga tenaga kerjanya apabila perusahaan mengalami pailit. Dengan demikian,
jalankan program CSR sekarang juga untuk mempersiapkan sesuatu yang mungkin
saja terjadi dari sekarang hingga di masa depan.
7. Kebijakan
Pemerintah dalam Permasalahan
Pemerintah
dapat mengatur dengan maskapai lain untuk mengijinkan seseorang dengan
tiket Batavia Air yang berlaku untuk dibookingkan kembali
secara gratis sehingga setidaknya penumpang dapat terbang ke tujuan mereka
tanpa biaya tambahan apapun. Hal tersebut tentunya dibayar oleh pemerintah.
Tetapi
ada cara lain tentang bagaimana pemerintah membantu persoalan ini, yaitu dengan
mengambil alih Batavia. Pemerintah Indonesia sendiri telah berjuang memiliki
Merpati Nusantara yang bisa bertahan
hanya dengan suntikan dana yang besar dari pemerintah.
Dengan
mengambil alih Batavia maka dapat memungkinkan untuk penyatuan operasi,
restrukturisasi dan privatisasi mereka dengan sebuah IPO (Initial Public
Offering) dalam beberapa tahun mendatang. Hal tersebut memang mahal tetapi merupakan
kesempatan sebagaimanaMerpati menjadi
penyebab sakit kepala pemerintah Indonesia karena Merpati terlalu lemah untuk bertahan padahal Merpati
menyediakan fungsi penting layanan publik dalam melayani lokasi terpencil.
Di
sisi lain, kebanyakan penerbangan Batavia berada pada rute populer. Kombinasi
ini menguntungkan karena akan memungkinkan Merpati untuk melayani sebagai
pengganti rute utama Batavia, sama seperti Wings Air yang merupakan pengganti
untuk rute Lion Air .
Pengambilalihan
oleh pemerintah juga akan menstabilkan pasar secara langsung, hal tersebut akan
menjadikan harga tetap rendah dan menjamin keselamatan penerbangan lain. Sama
seperti selama krisis keuangan yang diselamatkan oleh pemerintah di seluruh
dunia karena mereka dianggap "terlalu besar juga gagal", yang berarti
kebangkrutan bank akan menyebabkan percikan kerusakan yang signifikan terhadap
perekonomian. Batavia bukanlah sebuah bank tetapi dapat dianggap "terlalu
besar juga gagal" pula. Pengambilalihan keseluruhan oleh perusahaan lokal,
pemerintah atau bahkan investor asing akan menjadi solusi terbaik tetapi
diperlukan waktu yang cepat.
BAB III
KESIMPULAN
Batavia
Air dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena terkait Batavia Mengikuti Tender Pemerintah
dengan menyewa Pesawat Air Bus sebagai Angkutan Ibadah Haji, namun Batavia Air
tidak memenuhi syarat dan kemudian hutang sewa tersebut tidak sanggup terbayar.
ILFC
adalah perusahaan yang memegang Pesawat Air Bus menggugat PT. Metro Batavia
yang bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena
Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau
peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka
ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan
untuk menutup utang.
DAFTAR PUSTAKA